Wedaku Tak Mengenal Bismillahmu


"Bersamalah dengan dunia, hati, dan imanku; aku."

Latar belakang saya yang jauh dari berkecukupan menyebabkan saya terus terpojok dari satu kelas di atas saya. Sukar memang rasanya melebur bersama mereka. Sekeras apapun saya mencoba nyaman dengan mereka, mereka akan tetap memandang sebelah mata. Jarang sekali saya menemukan orang yang menilai tidak dari fisik atau materi. Sesampainya entah bagaimana kita bertemu di status sosial yang sama dan sedang kita jalani.


Dunia kita sama. Tidak jauh berbeda. Hanya butuh proses beradaptasi sedikit. Mungkin karena wajah-wajah dan karakter-karakter baru yang saya lihat hingga membutuhkan waktu lebih lama untuk terbiasa. Mungkin karena cara kita mengisi waktu luang atau semacam kegemaran yang unik. Atau mungkin karena cara berpikir kita yang berusaha menyesuaikan satu sama lain. Terpaksa menyesuaikan? Tidak, tidak. Saya berpikir itu salah satu dari tindak toleransi apabila tidak jauh dari batas kewajaran.

Tak perlu Anda mengernyitkan dahi. Apa yang sebenarnya ingin saya bicarakan? Anda sadar jelas sebelum membuat pernyataan selugas itu. Saya pikir Anda bahkan jauh lebih memiliki pemahaman tentang apa yang akan saya luruskan sebelum Anda memuntahkan pernyataan lainnya. Baiklah, baiklah. Akan saya jelaskan lebih rinci.

Anda tahu bahwa saya Hindu. Anda tahu bahwa Anda Muslim. Anda tahu kitab suci saya Weda. Anda tahu kitab suci Anda Al-Qur'an. Anda tahu persis dimana letak perbedaan kita. Anda tahu apa yang saya inginkan. Anda tahu apa yang Anda inginkan. Anda tahu apa yang saya cari. Anda tahu apa yang Anda cari. Maka dari semua itu; apalah yang Anda dapati dari saya hingga Anda berani berucap begitu rancu tadi?

Dalam Kitab Bhagawadgita 7:21, dikatakan bahwa "Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang, Aku perlakukan mereka sama dan Ku berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap". Mungkin Anda enggan mendengarnya dan Anda memang punya hak untuk itu. Namun dari semua ketidakpedulian Anda itu, maka janganlah meminta saya mendampingi Anda. Sebab saya telah memeluk kepercayaan yang menghujani saya napas sampai detik ini. Laksana diri Anda yang berpegang teguh dengan Nabi Muhammad, saya pun demikian kepada Para Dewa.

Memang saya tak mencintai Anda. Saya takkan membiarkan diri saya mengambil langkah sejauh itu. Lah? Ada apa? Saya memang menyimpan kasih kepada Anda layaknya terhadap semua orang. Kasih yang adil. Kasih yang kasih. Lagi pula, mustahil bagi saya meneruskan perasaan itu dengan Anda. Nihil masa depan. Ya, kecuali salah satu dari kita melepas keteguhan yang kita yakini dan Anda tahu pasti jawabannya. Orang itu, tentunya bukan saya. Biar saya pertegas. Saya tidak akan mengkhianati Tuhan saya.

Bilamana Anda mengaku mengasihi saya sebagai insan terkasih di luar keluarga Anda, maka sepantasnyalah Anda melepas saya di titik ini. Anda tepat berada di tepi apatis Anda terhadap keimanan saya. Puncaknya keinginan Anda agar saya jatuh pada gerilya iman Anda yang mana diluar dugaan saya. Jika Anda berasumsi bahwa Anda gentleman; perjuangkanlah keputusan saya ini, hargailah, maknailah. Perjuangkan untuk membahagiakan citra jiwa saya, bukan untuk memilih hak cipta atas pengadaan saya.

Oh atau begini saja. Mengapa tidak Anda saja yang melepaskan keimanan Anda untuk meminang saya? Loh? Bukankah Anda sendiri yang melukiskan betapa riuhnya getaran hati Anda setiap kali kita berbicara di antara jarak? Bukankah cinta itu buta dalam dimensi sempit yang Anda tujukan sebelumnya pada saya? Bukankah harus selalu ada pengorbanan paling curam untuk meraih buah paling manis, sekalipun harus meregang nyawa Anda? Benar, 'kan?

Mengapa mendadak Anda palingkan wajahmu? Ingat. Nate o dadi banyu, tapi wedi dadi awu. Opo gunane? Semua akan kembali pada Tuhan tanpa harus Anda takutkan. Jadi, di suatu waktu, Anda akan meninggal tanpa harus sebab saya pula. Tapi, ada satu pertanyaan nonretoris saya. Bila Anda ditawarkan rela mati demi saya, sudikah Anda? Mengapa Anda malah membisu? Ya sudah, lupakan saja. Itu hak Anda.

Saya telah menggunakan mata hati selayaknya permintaan Anda. Mata hati yang memang sudah tak tertawar. Maka, saya mulai menggunakan logika yang seringkali berpihak pada lelaki. Logika yang sering menjadi cambuk bagi hati yang sering menjadi pengemis. Ya maaf, saya tidak tahu bahasa halus mana lagi yang dengan tepat mampu menggambarkan kenyataan kecil yang disepelekan oleh beberapa pihak. Jangan tersinggung, saya tidak menegaskan bahwa Anda salah satu pihak tersebut. Namun, apabila Anda pernah merasa seperti itu terhadap seorang perempuan, ya introspeksilah.

Apa yang salah dengan masa lalu saya? Masa lalu saya baik-baik saja; indah, damai, dan tenteram. Tiada yang seburuk dugaan Anda. Haha. Saya bukan Cinderella yang harus menangis dan menelan bulat-bulat semua caci maki sebelum berdansa dengan seorang pangeran. Saya bukan Snow White yang harus koma sebab menggigit apel kutukan pemberian orang asing untuk dicium oleh seorang pangeran. Saya bukan salah satu tokoh dongeng yang bisa Anda karang alur ceritanya. Saya adalah saya. Salah satu ciptaan yang plot kehidupannya hanya bisa dikarang oleh Tuhan.

Anda sadar bahwa Anda bukan siapa-siapa. Lantas, mengapa Anda berani menanyakan hal pribadi saya? Apa Anda pikir saya merupakan orang traumatis yang merelasikan segala kejadian masa lalu dengan masa sekarang? Tidak. Saya bertumpu pada pengalaman yang saya jadikan sebagai guru untuk menghindari kebodohan kedua, ketiga, dan seterusnya. Tidak lebih. Sudah menjadi kebiasaan saya memang memagari kisah saya dari sekitar dengan senyum.

Apa? Anda berpikir dengan menceritakan masa lalu saya, saya akan jauh lebih baik? Jauh lebih baik seperti apa? Bila yang kau maksud saya akan menangis dengan menumpahkan seluruh rasa di dada kepada Anda, Anda jelas tak lebih dari korban sinteron. Terlebih dengan umpan balik pengertian yang Anda anggap dapat meluluhkan saya. Haha sudahlah, jangan melebih-lebihkan. Saya ini perempuan, bukan anak kecil. Konyol.

Oke. Memang benar yang dikatakan Mother Teresa. If you judge people, you have no time to love them. Tapi, bagaimana? Hmm. Hal yang saya rasakan terhadap Anda malah sebaliknya. Sebab telah meluangkan waktu untuk dan kepada Anda, saya jadi dapat menilai Anda ya sebutlah sebegini lancangnya. Piye?

Sempat memang saya mengasihi Anda tapi bukan berarti saya harus menceritakan segala hal kepada Anda. Bukan berarti saya harus menelanjangi hidup saya di depan Anda. Bukan berarti Anda punya hak untuk memperkosa setiap inci serambi hidup saya. Terbuka memang kunci sebuah hubungan tapi apakah hubungan kita salah satu dari hubungan tersebut?

"Lupakan laramu, lepaskan sakitmu. 'Cause if everyone's just like you, this world is gonna die."

Pernah satu kali, saya sangat bahagia ketika bertemu dan mendapat hati Anda melambungkan denyar nadi saya hingga ke pelosok relung yang berongga ini. Sesaat saya lupa pijakan saya. Saya lupa bagaimana caranya menangis. Saya lupa bagaimana caranya merenung. Sesaat. Iya. Sesaat.

Tenang saja. Saya tidak marah Anda deskripsikan seperti itu. Dan Anda, senja saya; tak lekas luntur oleh sebab itu. Hanya saja saya berharap Anda hendak berpikir secara lebih terbuka dengan melepaskan unsur konservatif yang telah mendarah daging pada tubuh Anda. Sebaiknya Anda dengarkan kembali kata-kata Anda. Temukan penghakiman Anda pada saya. Anda menempatkan diri saya sebagai algojo yang mempersembahkan dunia ini tak lebih dari sekadar lembu.

Nyatanya, dunia ini memang perlu kelaknatan manusia semacam saya. Mewarnai dunia suci tanpa diperbolehkan su'udzon dalam bayangan Anda. Menjadi noktah kecil laksana noda tak tergantikan dalam pikiran Anda. Karena bila dunia ini merupakan miniatur surga bak harapan Anda, maka lebih baik Anda bunuh diri saja biar Anda bisa menginjak 'dunia putih' yang sesungguhnya.

Keterlaluan? Anda bilang kata-kata saya terlalu kasar? Lalu, apa mau Anda? Meminta maaf dan berjanji tidak mengulanginya kembali? Haha. Anda mau saya menerima Anda apa adanya tapi Anda mau mengambil saya sesuai apa mau Anda. Biar saya kutipkan sedikit kata-kata Marilyn Monroe. If you can't handle me at my worst, then you sure as hell don't deserve me at my best. Jadi, jangan bermimpi lagi untuk berusaha merayu hingga mengubah persepsi saya untuk hidup bersama Anda. Terlebih tingkah laku saya.

Senja tak selamanya indah. Tak selamanya senja tenggelam dengan merahnya yang bulat. Tak selamanya senja bisa bersembunyi dari kelabunya awan. Tak selamanya saya bisa mengerti keadaan Anda yang tak seringkali mampu mengerti saya. Tak perlu Anda meminta saja, saya sudah memikirkan semuannya secara matang. Saya kalah dan mengalah.

Saya bukan kalah karena telah tak berdaya. Saya bukan mengalah karena merasa menang. Tapi, saya kalah dan mengalah karena mengikhlaskan sesuatu yang  saya yakini memang bukan milik saya. Saya kalah dan mengalah karena saya tahu bahwa Anda bukan bagian hidup saya yang harus saya perjuangkan. Saya memaknai Anda dengan kesungguhan yang terlarang sejak awal.

Saya juga bingung bagaimana ini semua bisa memulai. Rasa itu tak tumbuh seiring waktu yang Anda tebar pada saya. Sesaat saya merasa terpasung oleh keberadaan Anda. Konflik batin kian pekat setiap hari berganti. Saya tak berdaya ketika dihadapkan pada kesetiaan. Kasih saya pada Anda, tapi hati saya tidak. Nama saya pada Anda, tapi tidak dengan merah jantung saya. Saya takut jikalau ketidaksetiaan ini sebuah permulaan dari benih dosa atas kesetiaan saya yang tunggal pada yang berada jauh dari peliknya dunia yang tersembunyi dari rusuk Anda; Tuhan saya.

Kita sama-sama memiliki jiwa. Saya tahu, saya tahu Anda punya hati. Tapi, sepatutnya Anda tahu jua saya punya hati. Kita sama-sama memiliki pilihan dan saya mohon jangan paksa saya mengikuti cara permainan Anda. Sebab Anda tidak bisa memaksakan segalanya berjalan sesuai jalan yang Anda atur. Dan inilah pilihan saya. Staying is a choice. And it's not yours, but mine.

Anda begitu terinspirasi oleh figur Mother Teresa, bukan? Apabila memang begitu adanya, seharusnya Anda pernah mendengar kutipan lainnya. Not all of us can do great things. But, we can do small things with great love. Saya sadar Anda terlalu sanggup melakukan hal-hal kecil dengan kecintaan Anda yang begini melampaui ciptaan lainnya. Saya sadar Anda berniat baik pada saya dengan seluruh bentuk manis Anda, tapi saya juga berniat baik terhadap Anda dengan memberikan kejujuran. Saya sadar sejak awal seharusnya kita tidak pernah bertemu atau tidak seharusnya kita memaknai terlalu hati.

Demi apapun, saya menerima semua pilihan Anda juga. Hanya saja kita berbeda, jauh berbeda, dan benar-benar berbeda. Perbedaan ini tidak bisa saling melengkapi, percayalah. Perbedaan ini hanya akan saling membawa malapetaka bagi kehidupan sekarang dan selanjutnya. Pergilah dan pinanglah seorang perempuan yang mengenal bismillah Anda.


Banjarmasin//2013

Comments