Bayang

Tiap kenikmatan yang mencandu jiwa ini tak bisa kuingkari. Bahkan aku akan lebih menderita setiap pengingkaran yang kulakukan padanya. Itulah yang menjadikanku membiarkannya meski sama saja, terasa sakit dan tak bisa menjauh.

Tanpa menyentuh langit-langit yang menerangiku, aku tak dapat mengenalmu. Begitupun sang bulan selalu menjaga jarak hingga terasa keheningan yang sangat. Bisu yang tak bisu, namun kau bisukan. Seorang aku bukanlah apa-apa dan aku tak bisa mengubahnya. Jadilah laksana maumu. Meski aku ingin berjujur, rasanya takkan mengubah apapun. Namun tahukah kau tentang sesuatu?

Ada hal yang sangat menyebalkan dan paling kubenci. Banyak orang berlalu lalang terhadapmu. Datang dan pergi. Menyapa dan disapa. Tersenyum dan disenyum. Mengenal dan dikenal. Bahkan menyayang dan disayang. Tapi mengapa aku tidak? Hanya mencinta tanpa mengetahui siapa orang yang ia cinta. Mencinta tapi tak mengenalku. Namun hal terbodoh yang aku sadari pada kau sebab tak mengenalku. Tapi sampai detik yang menertawakan ini aku masih menggenggam sebuah tanda tanya, apakah kau pernah menyayang bahkan merisaukanku? Sepertinya aku mencinta tapi tak dicinta.

Aku terus berbicara dalam kebingungan. Pada sayap-sayap patah yang ditinggalkan, pada putih yang terus berseteru dengan hitam, dan pada deru ombak yang tetap menyanyi dengan alunan gemuruh angin. Tak ada yang mendengarku, memperhatikanku pada setiap perkataanku. Hingga aku terlelap dan memimpikan hitam dan putih menghimpun jadi satu membentuk abu-abu tanpa tahu bagaimana caranya.

Comments