Rumah

Akulah samudera terdalam tak terbatas dengan tepi yang menyimpan rumah. Sebuah rumah beratapkan langit, berjendelakan pesisir pantai, dan berisi aku. Aku yang disimpan dalam pohon. Dan pohon itu ku sebut rumah.

Pohon yang selalu bungkam hingga terus menyimpan cinta pada awan-awan dalam ketenangan dan kedamaian. Sekalipun dunia tak menyadarinya. Pohon yang selalu berdiri di atas karang hingga hanya tahu bahwa disana sajalah dapat terlindungi dari palung kesesatan. Bahkan menggodaku untuk merabai setiap hembusan yang dibentuk oleh deru ombak. Pohon yang tak pernah kukenal sebelum kumengerti bahwa ruas-ruasnya terselubung air mata. Pohon oak.

Wahai siapapun itu, dengarlah jeritan ini. Mendadak batang pohon oak terbakar, hingga akarnya tak menyisakan harapan. Para pemburu dan penebang liar terus berkejaran dari hilangnya kesunyian. Mencari sesuatu yang sekiranya meneduhkan dari nyalanya tempat merah itu. Sangkar menjadi sumber berlindungnya bagi mereka yang tetap berlarian. Menyusuri semak belukar dengan hentak demi hentakan kaki. Menoleh pada tersebarnya panas api yang terasa sampai di telapak kaki. Tak sanggup lagi berpikir dimana akan kehidupan berjalan. Berteriak paling panik agar sekitarnya tahu bahwa ada sesuatu yang buruk telah terjadi. Tanah bertuan itu telah lenyap di antara api yang sungguh besar, api yang menggetarkan tulang rusukku dan mengertakkan gigi-gigi gerahamku.

Rumah yang hidup selama ini, tak cukup tangguh untuk melawan api. Api kecil yang dulunya menghangatkan dan akan dirindukan. Api kecil yang melukiskan samudera tanpa takut. Api kecil yang membunuhku dengan seketika tanpa belati. Api yang menjelma api besar dengan penuh kemeranaan. Api yang membumihanguskan duniaku dan menanamkan dendam tanpa mau dituai.

Aku tak ingin hidup tanpa rumah! Aku ingin dikembalikannya pohon oak yang paling sanggup menahan badai! Kembalilah sayang. Sekalipun kini kau sudah berupa debu yang menjadi sejarah. Dilupakan sebab sudah tak meneduhkan. Ditinggalkan sebab menjadi rata dengan tanah. Karena hanya padamulah, aku telah mengukir kenangan.

Comments