Saya Meminta Anda Berpikir, Bukan Beralibi

"Ia selalu tersenyum tanpa bisa lebih saya ragukan lagi."

Saya tahu. Keyakinan dan hal yang ia gemari benar-benar sama. Pendar dari bola mata yang ia biaskan sama. Kegilaan dari tawa renyah dan kekonyolan yang ia pancarkan sama. Tapi ingatlah tentang nelangsa yang setia melantun, pertentangan hati Anda tak boleh sepuncak dulu.

Anda lupa tentang rembulan yang datang membawa sinar penuh harapan? Menjadi sedemikian utuh dalam lingkar keesaan yang tak tergapai. Meleburkan Anda dalam pasang yang bertepikan semesta raya. Anda menari tiada berkesudahan hingga tak menyadari Anda menari seorang diri. Hanyut dalam pencitraan atas kecintaan yang lekang. Hilang. Hampa. Tak dimaknai. Bisakah Anda melupakan semua itu?

Bagaimana bisa tanpa sengaja Anda mengingat sebuah stigma di antara legam sarat ambigu? Yang sempat melunturkan karsa dan cipta Anda. Menelan seluruh bahasa dan sunyi. Menjadikan Anda bergeming pada ada yang meniadakan. Meremukkan seluruh serambi nyawa yang tersisa. Ingat, cukup rembulan itu saja yang meruncingkan lalu menumpulkan sudut terlembah Anda dengan lekas.

Jangan tanyakan pada Tuhan. Tanyakan pada dirimu sendiri. Mengapa dusta tak mampu mengalpakan keseluruhan dasar yang Anda bangun sendiri? Anda tahu mawar itu berduri, maka Anda berdarah. Anda tahu mawar itu elok, maka Anda tersenyum. Anda tahu mawar itu bukan Bougenville, maka hentikan ekspetasi Anda yang terus bergulir. Anda terus berimprovisasi atau mengimplkasikan sesuatu untuk mendukung kesalahan Anda pada akhirnya. Namun, siapkah Anda tertatih untuk kedua kalinya?

"Biar lelautan melantangkan debur paling pahat. Mereguk dunia dan semesta. Lunturkan pilu dan lahirkan sukacita yang gaungnya meraih akar pesakitanku terdahulu. Sesampainya sumsum tulangku merintih 'tuk mendekap kesunyianmu yang tenang." 

Entah apa alibi Anda. Saya memang tidak mau Anda menyimpan kenangan tentang rembulan itu lagi. Tapi satu hal yang harus Anda camkan bahwa cepat atau lambat hubungan yang Anda ingin bina sekarang takkan bisa berhasil. Latar belakang Anda berbeda dengannya. Sama halnya, Anda dengan rembulan itu. Berhasilkah? Haha tidak. Anda terjatuh karena ulah Anda sendiri, lalu ingin meminta pertanggungjawaban dan ditimang seperti anak kecil tanpa mau dikoreksi. Padahal semua berawal dari Anda sendiri. Jadi, jangan memulai lagi, gadis renta.

Baik. Sekarang biar saya layangkan pertanyaan. Untuk apa Anda mempermasalahkan sesuatu yang jelas konsekuensinya bernilai absolut? Jawaban yang jelas Anda sadari merupakan harga mati. Pemikiran Anda terlalu sempit, bocah. Hidup itu tidak sebatas rembulan. Tuhan menciptakan matahari untuk Anda sapa jua. Dan Tuhan menciptakan segala makhluk hidup dan tak hidup untuk Anda. Tuhan masih baik, bahkan terlalu baik untuk mengizinkan Anda menyia-nyiakan hidup Anda yang berjalan sebatas lingkaran egosentris Anda. Saya nyaris tidak bisa membedakan Anda tengah berjalan atau sekadar jalan di tempat.

Saya terngiang dengan kata-kata salah seorang Kepala Sekolah saya di masa SMA bahwa masa lalu adalah masa lalu. Kita tidak hidup untuk masa lalu. Biarlah masa lalu menjadi cerita yang mendewasakan kita tanpa harus memandang ke belakang lagi. Satu hal yang harus Anda ketahui, tentang halnya hati yang selalu kalah dalam persengitan dengan logika tanpa harus lebih didebatkan lagi.

Sayang sungguh, pikiran Anda telah terpola adanya logika sebatas perhitungan objek seperti matematika, akuntansi, fisika, dan lainnya. Padahal, kegiatan sosial yang kita lakukan sehari-hari merupakan refleksi dari kebiasaan yang ditanam dari sejak dini dan sesuai dengan etika yang ada. Maka dari itulah, ada sebutan orang gila. Orang yang bertindak tidak dengan akal sehat dan tanpa atau dengan respon tiada rasa malu pada sekitarnya atas penyimpangan perilakunya dari norma yang ada.

"Sebab lembayung yang kau bisikkan di tengah getarku. Runtuhkan balada jadi langit yang menggelepar. Haus pada aroma damai yang kau dendangkan dalam laras cumbu bersekat budaya. Oh Tuhan, jangan binasakan lidah yang sedang mendayu penuh gelora ini. Izinkan aku melayukan sakit yang ada, melupakan nestapa yang mengejar, dan mengaburkan pekatnya pedih. Kecintaanku masih terlalu bulat untuk ditanduskan semalam.


Seandainya bumi merestuiku 'tuk merayap di udara. Melekuk dalam ribuan rinai. Perankan pengantar uap asmara yang ditenggarai ridho tak bercerai. Lipatkan lautan rindu yang merekah. Tinggal dalam butiran puisi yang menggumpal pada setiap katanya sampai gelap penuh arti. Jauh menembus kehampaan di antara Bumisakti yang sarat bercak-bercak hidup tak bernyawa. Tetap melesat seperti senar cantik berpeluh sebab hasrat yang terlanjur berkumandang. Sungguh, aku ingin.

Andai rona melati mampu menegaskan keagungan parasmu yang disucikan bahagia. Atau retakan tugu hati yang satu kali pilu diprasastikan oleh sang rembulan, mampu menuturkan embun keemasan yang mono. Mono terpatri dibawah kiriman petakamu yang selayaknya tak bernista. Petaka terkutuk dalam silsilah hikayatku. Sebegini nyatakah relasi-relasi subordinat yang menyeruak di gulitaku?


Aku mencintai ketulusan yang kau haturkan di tengah juangmu. Lindapkan gairah jadi bulir doa yang sekelaknya pecah menjelma sebagian paru-paru untuk melengkapiku. Allah, mungkinkah ini hanya akan jadi sejarah disaat aku menimang bayi lelaki lain? Jangan luruhkan mentari yang mengelupas detak jantung tanpa rima ini.

Bilamana awan semerbak gelora di hilir surga, aku ingin menggelar sajadah yang mengecam. Terselubung dalam panjatan dzikirmu pada Yang Maha Rahim. Bertabur rupa dan tanya atas larangan yang mengarca. Merajut sukma meski berkobar di batas paling mutlak yang pantang memudar. Karena gerah akan mata mamaliaku. 

Kau tahu? Aku bisa ada sebabnya. Aku bisa tiada sebabmu. Lentera hati pelipur lara. "

Apa yang ia katakan hari ini, mungkin ia ingat esok hari. Namun, belum tentu ia mampu mengulanginya di esok tahun. Dengarkan kata-kata saya kali ini. Dia bukan untuk Anda dan Anda bukan untuk dia. Bilamana jodoh, tentunya Tuhan akan memberikan yang sesuai dengan kepercayaan Anda. Gemakan kembali petuah Ibu Anda. Jangan sekali-kali kau berikan hati bahkan jantungmu untuk seseorang yang kau sendiri belum pegang kata-katanya. Jangan menelan air liurnya mentah-mentah. Dan untuk kesekian kalinya, mengapa harus dengannya?

Jangan coba-coba memaksakan diri untuk mendoktrin orang konservatif agar berpikir dengan cara berpikir Anda. Anda boleh tidak memandang SARA sebagai perpecahan tapi Anda lahir dari keluarga yang menjadikannya sebuah diskriminasi yang kompleks dan menutup semua kemungkinan untuk berbaur. Jadi, secara tidak langsung ya Anda harus membentuk pemikiran Anda seperti mereka. Mau tidak mau. Terima saja. Sebab nantinya, lelaki yang akan menimang Anda harus menikahi keluarga Anda juga.

Berpulanglah pada kawan dan keluarga Anda. Ingatlah darimana Anda berasal. Alih-alih restu, Anda akan memperoleh cibiran. Lidah mereka akan membentuk umpatan atas keringatmu dan merutuki tanah yang basah sebab keringatmu itu. Anda tahu bahwa sebenarnya itu salah tapi Anda ingin merasakan akibatnya. Tak apa jika Anda ingin belajar tapi jangan menyulitkan orang lain kelak. Pun saya tidak akan menegur lagi setelah ini. 

Oke oke, Anda boleh beralibi untuk memperjuangkannya bila berjodoh. Tapi, ada yang harus Anda ketahui. Bahwasanya jalan Anda takkan terberkati tanpa restu orang tua Anda. Sedang Anda sadar dengan jelas bahwa nasihat orang tua Anda adalah berjalan dengan yang seiman. Lantas, dimanakah logika Anda itu? Anda belum dewasa dalam menangani hati Anda sendiri, terlebih terlalu emosi ketimbang logika. Dewasa adalah dimana cinta itu tak ada. Bagaimana bisa hubungan itu bisa bertahan? Ya ketika mereka berpikir secara rasional.


"Napas boleh berhenti sebatas senja atau bermimpi seharga fajar jua. Akan tetapi, Tuhan akan memberi jalan bagi mereka yang berjuang."

Biarkan saya menginterupsi kalimat Anda. Tuhan hanya akan memberi jalan yang tepat bagi mereka yang berjuang. Bukan berarti jalan yang Anda tempuh sekarang ini adalah jalan yang tepat. Bisa saja pada akhirnya Tuhan membelokkan jalan Anda tanpa Anda duga. Terserah apa kata Anda. Tapi Anda harus mengerti seluruh perkataan Tuhan bila Anda ingin membawa nama Tuhan. Jangan sepatah demi patah kata saja.

Saya berbicara terlalu jauh? Jadi, kapan Anda mau mulai berpikir jauh ke depan bila tidak menyiapkannya dari sekarang? Anda tidak ingin disebut bocah tapi berperilaku dan berpikir seperti bocah. Mayoritas orang menilai dari perilaku Anda sendiri. Itulah kenyataannya. Saya hanya ingin membahas logika di luar pembahasaan Anda yang tidak masuk akal.

Saya tidak ingin menyabotase pilihan Anda. Tapi, tidak ada ruginya bila saya memanipulasi konstruktif pemikiran Anda yang jauh dari idealis, bukan? Anda tidak perlu berlari secepat kilat, perlahan saja. Pikirkan secara matang. Sebab Anda bisa hancur berkeping-keping bilamana Anda kehilangan pegangan. Jauh berkeping dari sebelumnya. Karena Anda pernah terjatuh. Jangan sampai Anda jatuh untuk kedua kalinya di lubang yang sama. Anda bukan Dora the Explorer yang harus diulangi berkali-kali, bukan?


Berhati-hatilah ketika senyap menyelimuti Anda berdua saja. Ya, berdua saja. Lelaki tetap lelaki. Anda tak bisa mengubah kodratnya yang sejati. Hasratnya yang penuh dahaga akan datang melucuti ketegangan sinergi pada bahu Anda sebelumnya. Ia akan segera menyelam mencari bibir Anda. Coba menyingkap letupan jantung yang melahar. Memperkosa dosa di bawah arteri yang menggila. Merasuk di antara napas yang berlomba. Dan menguduskan nama Anda di atas kebesaran Allahnya! Berlarilah semasih Anda mampu melangkah. Longgarkan seluruh ikat tali sepatu Anda, bila perlu tinggalkan. Kencangkan gemuruh angin yang Anda bentuk. Ia bisa terbentuk atas kelalaian Anda sendiri. Selamatkan jiwa Anda sebelum ditelan oleh gemilangnya tombak yang sanggup menarikmu tak tersisa. Korbankan seluruh jejak merpati yang tercipta di antara kalian! Larilah! Lekas! Lariii!

Bagus barangmana Anda tidak merasa getaran selembah dulu. Berarti Anda tidak memberikan sepenuh hati Anda. Tapi bukan berarti saya puas dengan getaran Anda yang begitu-begitu saja. Saya ingin Anda tidak memberikannya harapan semu. Anda tidak suka diberi harapan palsu, 'kan? Maka jangan berbuat seperti itu pada orang lain. Biar dia katakan apapun, jangan menggubrisnya. Akan jauh lebih sakit bila Anda memutuskan nadinya secara tiba-tiba.

"Sedang tanah gersang merindukan gerimis, aku sakau terjebak pada muara hatimu. Biarkan aku berada dalam nada-nada doamu. Terbawa oleh derasnya keremajaan hatimu yang mendewasakanku. Walaupun tidak menaklukanku secara seluruh. Jadikan aku kumpulan syair yang memuntahkan pesakitan menahun. Patutkah kurunut engkau sebagai tirta di tengah labirin yang mengabad? Mungkinkah engkau ilalang yang jadi pundak segala rasa? Entahlah. Yang aku tahu jalan kita berasal dari kutub berbeda dan mustahil untuk melebur.

Ramahnya kicauan burung melambai, menerbangkan jiwaku untuk mengecup telapak kakimu sejenak. Menciptakan gundah dan desah yang menggebu atas secercah senyum yang terpantul ke kisi-kisi relungku yang berongga. Brahmana, kusujudkan sembahku jadi Sudra untuknya kali ini."

Cukup dengan semua epos kesucian itu. Dunia ini adalah panggung sandiwara dan lelaki itu hanya salah satu tokoh antagonis yang tak menampakkan karakternya. Kepadamu Putri Tidur, bangunlah tanpa harus dikecup.

Sudahlah Anda takkan mengerti bahwasanya saya tak peduli dengan kebutuhan dimensi Anda padanya. Beginilah sekarang Anda. Menjadi sepenuhnya ragu di saat mencoba melangkah. Beralibi telah membuat keputusan melewati pemikiran panjang. Sedang ternyata ada yang menahan di samping mendorong batin Anda. Adalah lelah, sesosok kawan yang mengunjungi gerimis relung Anda yang mengabur. Maka bila Anda merasa paling dalam dan paling tinggi gejolak sanubari yang ada, itu hanya penciptaan kerusuhan suasana hati Anda agar mengundang iba orang untuk menempatkan posisi mereka di titik Anda. Lembek.

Ya. Bukalah mata Anda, impulsif. Hayatilah setiap goresan Tuhan pada hidup Anda. Tuhan tak memberikan napas Anda hari ini hanya untuk membicarakannya terus. Ah saya sungguh lelah. Saya hendak memikul mimpi indah malam ini tanpa mengingat pembicaraan kita hari ini. Sebaiknya Anda tidur jua. Percuma mengharapkan Ka'bah esok berdiri di Vatikan. Jadi, lupakanlah dia secepatnya dan hubungi saya bila Anda sudah beranjak dari pemikiran Anda yang kaku itu.

Comments