Menggelar Lipatan Waktu

(i)
geming duduk memandang langit
berbingkai sajak putih nan lembut
hingga cakrawala pudar
dengan legam yang mengekor

petang ia habiskan sendiri
bergumul dengan lelah
menulis larik-larik gelisah
merajut mimpi dengan hati-hati

angin datang bertiup pelan
bermain di bibir ingatan
noktah rindu samar mengawan
pohon besar sumber kehangatan

kunang-kunang mengurai kenangan
ranum dalam kerapuhan
putih atas pengkhianatan
tegak atas kehilangan


di balik lembah sarat memar
ceritalah tentang jelaga
empat lembar daun masih tersisa
Tuhan memintamu 'tuk bersandar

(ii)
sambil memunggungi duka
ia mengelilingi muara
menari bersama perihnya lara
untuk melahirkan bejana sukma

jelas tak jarang ia terbakar
dicumbu anjing menyalak kasar
lindap tangis sampai tak terdengar
habis ditelan pelupuk fajar

tentu saja ia bisa sangat api
namun apa hebatnya jadi api
jika hanya tahu melukai
tanpa ada yang mencintai

(iii)
adalah embun nan memaafkan
yang dihapus selepas hujan
adalah akar nan menghidupkan
di tengah mencari keseimbangan

berupa sepotong jawaban
menggelitik jawaban lain
sewaktu tanya membuahkan tanya
demi runtuhkan sang pengembara

hidup sejatinya soal bertahan
kemajuan dalam perjuangan
pun hidup soal kehilangan
ikhlas dalam melepaskan

tulisan ini perayaan murah
jajanan kecil tiada indah
ketika harusnya meriah
bagi usia yang bertambah

tiada hak lagi kucerita
tentang macan yang kau jaga
biar seluruh senja menua
Sayang, tetaplah jadi lentera

Untuk Ceceku,
Selamat Ulang Tahun
Banjarmasin//03.06.16

Comments

Post a Comment