Meja Pucat dan Seberkas Ingatan
kala itu, siang melipat jarak dengan rapi. perlahan tapi pasti. ia jemput malam yang ramah tanpa hujan. memberi kesempatan bagi kami 'tuk saling bersua di sebuah rumah makan. 18.58 WIB. tak pernah sebelumnya seorang lelaki mengajakku makan malam. dengan nasi dua ayam dan spaghetti di atas meja pucat. diapit sepasang kursi yang sepaham. belasan meja dan kursi berbaris dingin di bawah cahaya kuning sekitar kami. tawa dan tanya kian beradu dalam pengadaan yang lepas. mengiringi gema cerita lelaki yang tak pernah kutemui sebelumnya selama empat tahun. ia tumbuh semakin matang dengan kerendahan hati yang tak kunjung sirna. dan rasanya malam tampak terlalu lekas untuk disudahi.
maka, kami putuskan untuk melewati ruko-ruko kosong dan kegelapan. tempat yang lebih sederhana. Capsule Hotel Old Batavia. aku masuk mengikutinya, menarik kursi di meja yang berbeda. di samping, dinding berwajahkan cermin dengan sebuah kursi kayu tampak angkuh. dalam Buku Tentang Ruang karya Avianti Armand, kurabai kata yang terbalut sunyi selama satu setengah jam. sesekali kuperhatikan pantulan punggung lelaki yang tak mengenakan kaus melainkan misteri tanpa batas. lalu ia duduk di depanku, menghadap denyar hati yang getir sekalipun jelas ia tengah sibuk membagi detik antara aku dan kekasihnya a.k.a laptop.
nyaris tengah malam ia menjebakku menatap bola matanya yang tak sanggup kusangsikan lagi betapa hangatnya sesampainya aku ingin diam tersenyum saja memangku wajah terlibat dalam percakapan tanpa kata menikmati seluruh bahasa yang tak terbahasakan sambil merapatkan jemari di antara jemari rampingnya sebelum kami beranjak tinggalkan kenangan di meja bundar itu mengingat perpisahan telah menanti di ujung jalan yang enggan kujumpai sebab amat menyenangkan berjalan mewarnai waktu bersamanya dan entah kapan kami sanggup tersesat begini manis asamnya kembali
aku berharap aku mampu melupakannya setelah itu dan sebelum aku melambaikan tangan dari dalam mobil...
***
setahun berlalu. maafkan atas kedatangan surat panjang yang cukup menyita waktumu. bersamaan surat ini, kuucapkan selamat ulang tahun. panjang umur dan sehat selalu. semoga setiap langkahmu menjadi berkat bagi sesamamu. jadilah kuat sebagaimana yang kau impikan dan tercapailah mimpimu.
semoga saja langit sudi mempertemukan kita kembali.
terimalah kado kecil ini dan mohon maaf atas tulisan yang kurang rapi ini. XOXO
***
maka, kami putuskan untuk melewati ruko-ruko kosong dan kegelapan. tempat yang lebih sederhana. Capsule Hotel Old Batavia. aku masuk mengikutinya, menarik kursi di meja yang berbeda. di samping, dinding berwajahkan cermin dengan sebuah kursi kayu tampak angkuh. dalam Buku Tentang Ruang karya Avianti Armand, kurabai kata yang terbalut sunyi selama satu setengah jam. sesekali kuperhatikan pantulan punggung lelaki yang tak mengenakan kaus melainkan misteri tanpa batas. lalu ia duduk di depanku, menghadap denyar hati yang getir sekalipun jelas ia tengah sibuk membagi detik antara aku dan kekasihnya a.k.a laptop.
nyaris tengah malam ia menjebakku menatap bola matanya yang tak sanggup kusangsikan lagi betapa hangatnya sesampainya aku ingin diam tersenyum saja memangku wajah terlibat dalam percakapan tanpa kata menikmati seluruh bahasa yang tak terbahasakan sambil merapatkan jemari di antara jemari rampingnya sebelum kami beranjak tinggalkan kenangan di meja bundar itu mengingat perpisahan telah menanti di ujung jalan yang enggan kujumpai sebab amat menyenangkan berjalan mewarnai waktu bersamanya dan entah kapan kami sanggup tersesat begini manis asamnya kembali
aku berharap aku mampu melupakannya setelah itu dan sebelum aku melambaikan tangan dari dalam mobil...
***
setahun berlalu. maafkan atas kedatangan surat panjang yang cukup menyita waktumu. bersamaan surat ini, kuucapkan selamat ulang tahun. panjang umur dan sehat selalu. semoga setiap langkahmu menjadi berkat bagi sesamamu. jadilah kuat sebagaimana yang kau impikan dan tercapailah mimpimu.
semoga saja langit sudi mempertemukan kita kembali.
terimalah kado kecil ini dan mohon maaf atas tulisan yang kurang rapi ini. XOXO
***
sudahkah kukatakan bahwa di ujung jalan itu aku bertanya dengan ragu sekiranya ia sudi memberiku sebuah peluk untuk menebus gelisah yang hampir tak terselamatkan? dan sudahkah kukatakan pelukan itu berhasil menyisipkan luka yang berhamburan pada dadaku selama perjalanan pulang hingga setiba di rumah, segera kulepaskan tas, kacamata serta senyum demi menyeka hujan yang terus turun atas diriku?
kau tahu, aku rindu pertemuan itu. pertemuan yang tentu takkan kuperoleh dengan mudah. apa kau pernah mengalami pertemuan semacam itu? apakah kau pernah sebegitu rindunya hingga lupa bahwa tiada hakmu untuk mengirim goresan-goresan atas dan terhadap orang tersebut?
mungkin aku terlalu hati menanggapi kebaikan kecil dalam dunia ini. biarlah ini menjadi perkaraku pribadi sebab kau tak suka orang yang membesar-besarkan masalah, bukan? aku hanya ingin menulis dan hanya mampu menulis.
Comments
Post a Comment