"Saya Bilang Apa?"

Ada hal yang cukup ganjil untuk saya, benar-benar ganjil.

Siang itu, Ichi-san meminta saya mencetak kartu nama. Sebelumnya, telah saya sampaikan kepada Ichi-san bahwa perkiraaan saya biaya paling besar adalah Rp. 50.000,-, tapi ternyata itu hanya untuk satu sisi dengan kualitas kertas yang rendah. Sementara desain kartu nama yang saya buat depan-belakang. Alhasil, pengeluaran meningkat jadi dua kali lipat. Pikir saya, jelas ini pemborosan.

Di tempat kerja sebelumnya, di kegiatan-kegiatan sekolah sebelumnya, bahkan cece saya sendiri mengajarkan untuk riset. Saya terbiasa mencari harga semurah mungkin dengan kualitas semaksimal mungkin yang biasanya dilakukan oleh bagian procurement. Tapi, ketika saya konfirmasi ke Ichi-san, saya malah ditanya balik, "Saya bilang apa?".

My head goes blank for an unexpected thing.

Selang beberapa saat, Ich-san berkata lagi, "Okay, kan?"

Tampak Ichi-san lebih mengutamakan pekerjaan cepat selesai ketimbang repot-repot melakukan perbandingan harga di sana-sini. Ya, saya percaya bahwa budaya ikut andil mempengaruhi metode kerja tersebut. Salah satu perbedaan besar lagi yang tidak bisa saya perdebatkan. Terlebih apabila ini disalahartikan sebagai alibi.

Entah sebesar apapun sebuah perbedaan dari hal yang tengah kita jalani dengan apa yang telah kita yakini, nyatanya hanya waktu yang sanggup melerai  Ini bukan perkara benar atau salah mengingat teknik apapun memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Mungkin penilaian ini terdengar omong kosong, tidak masuk akal. Namun, ada hal yang perlu dijabarkan dan ada yang cukup direnungkan while we adjust the sail.

Cheers!

Comments