Semesta, Ketahuilah Aku Rindu

Ilustrasi (Sumber : kiokarma.com)

Sekalipun aku hanya menjadi sebuah pelabuhan yang tiada pernah diingat; aku takkan lagi bersedih.

Bagaimanapun pilu menggerogoti sukma kian binasa dari padaku; aku takkan lagi menangis.

Sejauh apapun jarak yang sedekat apapun lupa terhadap pertemuan yang jadi sebegini lepasnya; aku takkan sanggup membenci. Tidak, Sayang.

Entah semenjak dan sampai kapanpun itu; alasan senantiasa mengalpa dari doaku.

Karenanyalah, dinamakan rindu.

***

Berbahagialah ia yang merindu, memiliki rindu, dan menyimpan rindu.

Pun dengan senandung kenangan.

Sebab rindu lahir tak jauh dari sepotong kenangan. Yang pernah tumbuh merekah di balik singgasana nan esa, tunggal hingga tiada sajak yang sanggup menanggalkannya. Selain kehilangan. Tentu saja.

Siapa paling lemah melawan desir kehilangan? Tak sebuku jaripun ada. Sebab semua sama lemahnya di batas kecintaannya masing-masing.

Ya, beginilah pengadaan rindu di tengah ketiadaan.

Layangkan ragu sambil menimbang-nimbang rupa sang rindu itu sendiri.

Mengurai ribuan sunyi di tengah pikiran yang mengawan.

Ingin bersua mimpi dimana barang satu-satunya cara adalah mengeparatkan waktu.

Di tengah tergelarnya remah-remah ingatan di bawah langit.

Bagi bintang yang Tuhan izinkan bersinar walaupun sesaat.

Untuk menarik sang cakrawala kembali. Untuk menarik rotasi bumi kembali. Untuk menarik epos cintamu kembali.

***

Kendati demikian, rajutlah kenangan agar kau--sebagai hamba yang seringkali dari kita buta--mengenal siapa itu rindu.

Agar dirimu menangkap perihal apa yang paling sanggup diperbuatnya.

Hati-hatilah. Banyak bajingan melucuti keperawanan iman. Seakan hidup seharga kuat dan terlewat benar. Mengadili hukum tanpa undang-undang dan memperkarakan para pejuangnya dengan hanya sebelah mata. Enggan menoleh dan mempersembahkan tanya bagi diri:

Tanpa kenangan, tahu apa kau tentang rindu?

Sampai sedemikian lantangnya melakukan penghakiman paling hati terhadap mereka yang menuai pesakitan?

***

Tuhan, mohon beri pengampunan.

Diri nan hina ini sadar tiada layak mengutarakan apapun kepada-Mu.

Akan tetapi, siapa lagi, Tuhan? Siapa lagi?

Siapa lagi teramat paham mengenal palungnya lara yang tiada tersembuhkan ini?

***

Biar tahun ini genap menjerat satu dijadikan dua, tiga, dan berlanjut; aku tetap percaya pada daun.

Daun gugur memangku musim yang di ulang.

Membingkai potret demi potret perjalanan kita.

Tentang makna yang belum dapat kuurai tatkala kau menemani dan membimbing.

Tentang makna yang masih kucari di setiap bilik sabdamu.

Tentang makna yang kutangisi seorang habis dirimu menutup buku.

***

Adakah maksud sengaja membiarkan 'tuk menulis sajak begitu angkasa dan begitu terjalnya seorang diri?

Adakah dirimu sempat melamunkannya sebelum menghabisi secangkir kopi dan percakapan kita?



Entahlah, semoga saja rindu ini sampai padamu.

Comments

  1. Selalu mengikat mata untuk terus membaca hingga akhir meski begron template hitem :)))

    ReplyDelete
  2. ungkapan rindu yang mendalam, nice

    ReplyDelete
  3. Mak Icoel : Iya mau disetting ulang nih mbak hihi makasih loh uda berkunjung mbak :D
    Mak Tira : Makasih mbak :)

    ReplyDelete

Post a Comment