VPELM


Dok. Pribadi
Dear Paskah...

Ribuan senja telah kita lewati. Mungkin tidak ribuan. Mungkin hanya ratusan. Atau mungkin puluhan saja. Ya, mungkin diri ini yang melebihkan hitungan itu. Hitungan yang entah untuk apa. Tapi, percayalah, aku tak pernah menghitungnya dan tiada niat untuk menghitungnya. Sebab besar kecilnya hati tak layak diukur hanya berdasarkan lembayung senja. Terlebih, ketika ingatan senantiasa terulang dalam benak ini, Sobat.

Tentu kau ingat tatkala kita menyusuri bibir pantai dan menangkap siluet satu sama lain di tengah mentari yang terasa lekas tenggelam kala itu. Dengan Mami Naatjen (yang selalu eksis dimanapun dan kapanpun) dan berbekal kamera telepon genggam 2MP, kita mereguk cahaya yang tersisa sambil membiarkan angin malam membalut tawa kita sampai Miss Cailak datang bergabung. Lelah bukan main selama langkah kaki menuntun kita pada sebuah rumah makan bernama M dan menunggui Mami membeli makanan seadanya. Gerutu akan pulang pun tak dapat diingkari lagi.

Malam kian liar mengundang pikiran berbicara lebih banyak. Omong kosong dan keraguan. Menangis dan mengadu pada sang Pak Polisi. Berbohong mengenai kesesatan untuk kemudian diantar pulang dengan mobil polantas demi menutupi perihal kantong yang menipis. Imajinasi benar-benar telah mengurai kebahagiaan lepas begitu saja. Betapa gelapnya langit bukan lagi perkara yang sebenar-benarnya. Sungguh kiranya tiada harga yang mampu menukar kenangan tersebut.

Sekiranya lidah ini pernah menari hingga pada ulu hatimu, maafkanlah. Sedang kau? Jangan tanya. Dirimu terkenal dengan bersilat lidah, Manurung. Oh, betapa bulatnya kebenaran yang kau ucapkan! Berkali-kali kau memedangi dada ini dengan kejujuran yang bertubi-tubi dan karenanya kau patut bertanggung jawab. Tapi, tenang saja. Takkan pernah kumaafkan ketulusanmu itu. Sebab apalah arti diri ini memaafkan bilamana aku yang begitu rindu untuk dilukai? 

Jarak menumbuhkan sepi. Atas waktu yang telah kita habiskan. Bersama teman-teman lainnya kita melebur dan saling menguatkan. Apa kau ingat, Laora? Bahkan terjalinnya persahabatan itu tak terbatas Diez Alegre. Semuanya berlanjut dengan STM, termasuk--dan terutama--Luhut yang kau cintai. Atau Luhut yang mencintaimu? Atau kalian memang saling mencintai? Entahlah, yang kuingat Luhut menyimpan sesuatu untukmu. Barangkali canda atau resep masakan khas keluarga Pandapotan. Yang terpenting, jangan biarkan ia bertepuk sebelah tangan, Elia. Ia bisa gila tanpamu. Dan kenyataannya, semakin hari ia memang semakin sinting.

Di usia yang bertambah, ketahuilah bahwa itu takkan pernah menjadi patokan. Usia hanya angka yang seringkali bermain di sudut pikiran orang-orang tentang apa yang seharusnya kita lakukan. Sebuah gagasan kompleks yang sulit untuk dijabarkan. Jelas tiada guna untuk memperdebatkannya. Aku tak menyalahkan pemikiran tersebut tapi seharusnya orang tak memaksa kita menduplikat pola pikir tersebut ke dalam hidup kita. Toh ini bukan pilpres dan kau berhak tahu itu, Paskah. Ya, meskipun aku sadar kau telah mengetahuinya jauh sebelum aku. Tak apalah aku menjadi sok tahu sesekali. Boleh, kan?

Oh, ya! Semarak hati tumpah begitu deras melihat kedekatanmu dengan Si Abangmu itu. Salam ya untuk Bang--ehem--Rian. Semoga Tuhan senantiasa menjaga suka duka kalian agar niscaya berbuah hingga sebuah hubungan yang kalian harapkan untuk kedepannya. Bagaimanapun pilihan kalian, aku harapkan itu yang terbaik. Barangkali kalian memang masih terlalu muda dan perjalanan masih teramat jauh untuk mencapai titik tersebut. Pun masih terlalu dini membahas hal sebesar itu. Kendati demikian, aku merasa kebahagiaanmu terbungkus rapi dalam genggaman tangannya. Tiada senyum yang memancarkan merah sebegitu indahnya dari wajahmu. Koreksi aku, Veronica. Sebab hanya kau dan Tuhan yang tahu mengenai rimbun hatimu itu.

Ada baiknya, kucukupkan saja sampai disini. Sebelum seluruhnya berlarut menjadi tulisan yang lebih konyol lagi. Semoga dan semoga. Seorang Veronica Paskah Elia Laora Manurung menjadi pribadi yang lebih baik dan matang. Selalu sanggup membawa sukacita bagi orang disekitarnya. Serta senantiasa dikuatkan dalam menjalani labirin hidup ini. Selamat ulang tahun, Sayang. Semoga apa yang kau harapkan, kelak terwujud dan terberkati.

Dok. Pribadi

Comments

Post a Comment