"Editor surat kabar adalah makhluk paling penuh curiga dan sinis"

The PR Masterclass page 80-81 (Dok. Pribadi)
"Editor surat kabar adalah makhluk paling penuh curiga dan sinis, tetapi mereka paling cepat dalam mengendus kebenaran serta mendeteksi kebohongan."

Begitulah kurang lebih yang dikatakan Charles J. Rosebault di salah satu surat kabar ternama, The New York Times lebih dari 90 tahun silam. Kutipan ini saya ambil setelah membaca salah satu bab dari buku terjemahan The PR Masterclass yang ditulis oleh seorang trainer dan konsultan PR, Alex Singleton.

Hal yang pertama kali terlintas dalam benak saya tatkala membaca pernyataan tersebut adalah kebesaran nilai sebuah fakta. Prinsip yang mendasari kepercayaan dan keyakinan terhadap seorang jurnalis. Maka dari itu, dalam proses penyuntingan press release, saya yakin bahwa editor dituntut untuk memiliki kemampuan menilai apakah berita tersebut layak atau tidak untuk diterbitkan.

Dalam bab 'Bagaimana Menulis Press Release yang Menarik Perhatian' yang baru saya baca, dituliskan beberapa pemahaman yang Alex jelaskan secara kritis dan lugas dengan pendekatan yang lebih konkrit. Pendekatan ini berdasarkan contoh-contoh press release yang pernah terbit, mulai dari Sodexo, Adobe, hingga Citigroup.

Bab ini diawali dari keterbukaan penulis terhadap saran bahwa press release harus singkat adalah salah satu penyebab kegagalan kampanye humas karena sering dinilai kurang berbobot. Tak jadi masalah apabila panjang selama press release tersebut relevan. Sebab sebagai bagian dari pekerjaan, jurnalis telah terbiasa membaca secara cepat, tetapi tahu mana yang harus dibaca.

Kemudian, terkait struktur yang tepat. Dijelaskan bahwa dalam paragraf-paragraf awal penting untuk memasukkan informasi aktual yang kurang lebihnya berdasarkan pertanyaan 5W + 1H. Hal ini perlu agar jurnalis dapat mengerti inti tulisan yang hendak disampaikan.

Sayangnya, standar ini seringkali diabaikan dengan permainan manipulasi data dan subhead di atas jelas menyinggung perihal ini. Alhasil, nilai sebuah press release bisa seringkali dipertanyakan mengingat terkadang dikarang sesuai pesanan.

Tidak hanya itu saja, basa-basi yang berlebihan juga menyebabkan para pembaca menjadi cepat bosan. Oleh karena itu, Alex menekankan bahwa penting sekali untuk membawa cerita secara eksplisit, jujur dan terbuka tanpa menutupi kebenaran yang ada. Judul juga harus berkaitan dengan konten yang ditulis.

Contoh menarik yang diangkat adalah press release yang pernah dikeluarkan oleh Citigroup. Press release tersebut berjudul 'Citigroup Mengumumkan Tindakan Perombakan Jabatan untuk Mengurangi Pengeluaran Lebih Lanjut dan Meningkatkan Efisiensi', namun pembawaan positif ini berbanding terbalik dengan peliputan pers yang lebih menyoroti pada pemutusan hubungan kerja. Salah satunya, majalah Forbes menulis cerita tersebut dengan judul 'Banjir Darah di Citigroup: CEO Baru Menghapus 11.000 Jabatan."

Foto, konferensi pers, bahkan pengiriman lampiran (attachment) pun dibahas secara singkat dalam bab ini. Bahkan pandangannya mengenai baik buruknya embargo dan perkara sepele bila kita menelepon surat kabar dan menanyakan "Apakah Anda menerima press release saya?" juga dituangkan secara ringkas.

So, how about another chapter, then? *question myself*

Comments

  1. Tuntutan kerjaan ya mba. Biar tulisannya bisa diertanggungjawabkan. Hihii

    ReplyDelete
  2. Benar ya mbak..dimana berita-berita sekarang sarat akan berita yang tidak bertanggung jawab. Nggak tau mana yang mau dipercaya. Berita di luar negeri juga gitu..sama aja, ditambah dan dikurangi beritanya...

    ReplyDelete
  3. Mak Alida: Haha iya, gk bisa sembarang publish juga ternyata mak
    Mak Dewi: Nggih mak, kayaknya bentar lagi berita juga uda bisa jual beli kayak di OLX haha

    ReplyDelete
  4. Busetdah, kepalaku sampai pusing bacanya. Topiknya terlalu berat nih, otakku masih belum sampai. :(




    http://m.alqoe.me

    ReplyDelete

Post a Comment