Office on Sunday

Lower Ground's Office Coffee (Dok. Pribadi)
Tempat hangout saya di hari pertama tahun 2017 ialah Office Coffee. Setibanya disana jam 4 sore, saya segera meluncur ke lower ground mengingat bar di lantai atasnya baru buka jam 6 sore. Setelah memesan secangkir Hot Vanilla Latte, saya mendekati sebuah meja untuk empat orang, duduk dan membaca Soe Hok Gie: Catatan Seorang Demonstran sambil menunggu dua kawan saya dari Ramen Akashi yang punya free time (not available, just free).

Kira-kira lima menit kemudian, saya bisa menyeruput kopi pesanan saya tadi. I gotta tell you the taste was unusual with another cafe, like Big Coffee or Tantan. The level of adicity was a little bit high without leaving bitter to the end. Espresso and vanilla syrup didn't mix well, I guess. You ought to come to see the cafe, order, and drink then judge it by yourself. Selera masing-masing orang berbeda dan ini penilaian saya, belum tentu sama dengan selera kamu-kamu para pecinta kopi.


Setiba kedua kawan saya tiba, masing-masing dari mereka memesan Caffe Latte dan Caramel Latte (kalau tidak salah ingat). Mas Hairan segera mengeluarkan laptopnya dan menanyakan password wifi. Pembicaraan ngalor ngidul ini pun dimulai.

Dari hal serius sampai hal gaje. Bayangkan saja, mulai dari tema public speaking untuk staff meeting pada tanggal 12 Januari nanti, persiapan rombong yang rencananya hanya bisa take away mengingat keterbatasan tempat, waktu yang dihabiskan masing-masing saat malam tahun baru kemarin, sejarah Office Coffee, sampai-sampai liburan akhir tahun Ichi-san ke Singapura pada 2 tahun sebelumnya.

30 menit sebelum jam 6, mereka memesan kembali kopi dan kami putuskan keluar menuju smooking room berhiaskan graffiti di sekeliling dindingnya. Disini, kami sempat membahas rokok, asmara, pekerjaan di tempat sebelumnya, sampai isi blog saya. Mas Hairan sempat menertawakan postingan saya yang katanya kurang lebih isi curahan hati terhadap Ichi-san. Saya sendiri hanya bisa ikut tertawa mengingat semuanya memang berpusat pada sang chef. Anyway, why do I keep calling Ichi-san 'chef'? Well, hmm, I suppose it's not really important to explain, right?

Tak lama setelah itu, saya lirik buku Mas Hairan yang dipinjamkan Ichi-san berjudul The Art of War Visualized-nya Jessica Hagy. Sepintas saya teringat akan tulisan 'Bukan Singa yang Mengembik' dalam buku Self Driving yang ditulis oleh Rhenald Kasali. Mengutip pernyataan diplomat asal Perancis, Charles Maurice de Talleyrand dalam buku tersebut, "Seratus kambing yang dipimpin oleh singa akan lebih berbahaya ketimbang seratus singa yang dipimpin oleh seekor kambing." After turning some pages, I think I need to borrow this book! Ya, tentu, setelah habis baca buku coming soon The PR Masterclass-nya Alex Singleton. (I saw your post on Instagram, chef =_=)

Coffee Roaster Machine's Office Coffee (Dok. Pribadi)
Jam 7, kami pindah lagi ke lantai atas. Meninggalkan smooking room tersebut menjadi fogging room. Pertama kali membuka pintu, di bagian kiri ruangan para customer dapat langsung menangkap dengan jelas pemandangan coffee roaster machine berukuran besar. Di belakang biliknya, tersusun beberapa toples yang ditempatkan secara terpisah dalam rak kayu terbuka seperti gambar di atas. Sementara ruangan sebelah kanannya, diisi meja persegi empat dan meja bundar beserta kursi-kursinya sesuai dengan model mejanya masing-masing.
Bar's Office Coffee (Dok. Pribadi)
Di lantai atas ini, kami memesan lagi kopi kemudian berbincang, saling bertukar pendapat mengenai hal baru. Tentang boss ideal, cita-cita, self-esteem, passion, perbedaan orang Banjarmasin dengan orang Jakarta, sampai angkringan dan ronde teman STMJ. Seringkali juga saya mengorek-ngorek kedua kawan saya ini dengan melempar beberapa pertanyaan. See? No point at all about this kind of conversation on Sunday. But, surprisingly, that's what makes people got closer.

Sebab esok harinya adalah Senin, maka kami memilih untuk cukupkan obrolan itu sampai jam 9 malam.

Comments

  1. Tempat ngupinya cozy banget ya mbak..wajar betah berjam jam.

    ReplyDelete
  2. Suasananya emang bikin betah, mak Dewi. Sayang aja, saya kurang suka kopinya hihi

    ReplyDelete

Post a Comment