Aku "Tionghoa", Juga Pewaris Republik Ini

Sumber : http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/08/15/aku-tionghoa-juga-pewaris-republik-ini/



Pernah suatu waktu aku dipanggil "Cina" oleh beberapa temanku. Bagiku hal biasa, karena aku sendiri tidak dapat memungkiri darah yang mengalir dalam diriku. Tetapi bila panggilan itu untuk menandaiku sebagai etnis khusus yang dinilai dan ditempatkan di tengah masyarakat secara "khusus" atau dibedakan dengan mereka, saudara sebangsa dan setanah air, maka hatiku bergolak, merasa tidak adil.

Bagaimana tidak, sejak dilahirkan aku hanya mengenal Indonesia sebagai rumah dan tanah air ku yang kaya dengan keanekaragaman. Aku tidak pernah memilih dilahirkan dari keturunan apa dan dari etnis apa. Namun demikian, aku tidak pernah menyangkal bahkan menyesalkan hal itu.

Lalu apakah yang harus dibedakan antara aku dan saudara-saudaraku yang lain? Hanya karena persoalan darah yang mengalir? Atau jenis rambut, warna kulit, sipitnya mata, lalu aku akan selamanya dianggap berbeda dan menjadi asing di tengah saudara-saudaraku? Haruskah aku menjadi sedemikian rupa, mengubah pemberian Tuhan yang ada dalam diriku hingga terlihat nyaris sama dengan mereka agar aku diterima?

Kenapa harus ada nama panggilan bila aku memiliki nama? Kenapa mereka memberiku label atau sejenis 'sapaan' bila orangtuaku telah bersusah payah memberi nama yang bagus untukku? Kenapa perbedaan menjadi alasan atas kecemburuan sosial bila keanekaragamanlah yang diunggulkan dari Indonesia? Kenapa sih beberapa dari mereka hanya memandang sebelah mata kepada etnisku?

Ah, ini mungkin hanya permainan pikiranku. Aku terperangkap ketika membaca berbagai pemberitaan dan sejarah perjalanan bangsa ini, yang tidak pernah aku alami sendiri.

Sama halnya Ir. Soekarno, Presiden Indonesia yang pertama. Apakah karena ia kelahiran Surabaya atau bukan seorang Tionghoa, lalu ia dielu-elukan begitu saja? Bukan. Tapi karena ia dikenal atas jasa-jasanya pada bumi pertiwi ini. Beliau mengenalkan Indonesia tentang kemerdekaan dan menjanjikan pada kemerdekaan bahwa mereka takkan terlupakan. Selamanya, menjadi kenangan atas sejarah yang epik.

Namun bagaimana dengan Joko Widodo yang lebih dikenal dengan sapaan Jokowi? Ia telah berhasil mengungguli Pilkada DKI 2012 putaran pertama. Kinerjanya pun sudah terbukti sebelumnya sebagai Walikota Surakarta. Tapi dibalik semua itu, masih ada saja banyak isu negatif yang beredar.

Laksamana Cheng Ho, sebagai simbol pahlawan keturunan, sebenarnya bukan untuk mendongkrak orang Cina seperti aku. Karena aku yakin, beliau berjuang bukan atas nama etnis namun untuk bangsa dan negara yang dicintainya.

Seperti aku juga menganggap, siapapun keturunan Tionghoa yang berkarya di republik ini, sejatinya tidak berjuang hanya untuk etnis mereka sendiri. Tapi untuk bangsanya, yang terlukis jelas dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda-beda tetapi tetap satu. Lantas, mengapa kata 'beda' itu yang sering memicu pertikaian antara dua kelompok cuma karena masalah sepele?

Mungkin dahulu persoalan itu ada, aku sendiri tidak pernah tau dengan pasti. Yang kutau, hanya menonton video yang diputar oleh guruku semata-mata sebagai materi pelajaran dan mendengar cerita yang masih melekat dalam ingatan orang-orang sekelilingku. Saat ku dibesarkan hingga detik ini, aku telah berada dalam alam reformasi dan demokrasi yang telah menjadi cita-cita seluruh rakyat Indonesia, bersama saksi bisu yang masih dapat kulihat dalam gedung kosong di dekat rumahku.

Bukankah kita semua sama? Memiliki hak dan tanggung jawab yang sama. Derajat dan martabat yang setara. Tapi lagi lagi kemerdekaan rasanya masih jauh bagi kami yang dikucilkan. Sungguh kurang toleransi untuk menghargai sesama mengingat budaya ramah bangsa kita, terutama generasi muda yang seusiaku.

Disinilah aku berdiri. Sebagai seorang keturunan CINA, yang rela dipanggil CINA, tetapi menolak diperlakukan berbeda, baik dalam sikap, pikiran maupun tingkah laku saudara-saudaraku sebangsa setanah air.

Aku. Aku adalah pemuda Indonesia, yang juga menjunjung tinggi tanah air yang satu, berbangsa yang satu dan berbahasa yang satu, INDONESIA!



Susi Susanti (sumber: berryhasan.wordpress.com)

Comments