Remaja Gak Ngerokok, Gak Gaul?


Sumber : http://muda.kompasiana.com/2012/08/05/remaja-gak-ngerokok-gak-gaul/ 

Tidak dapat dipungkiri, kebiasaan merokok menyebabkan gangguan kesehatan. Zat-zat yang terkandung antara lain tar, arsenik, hidrogen sianida, nikotin, amonia, karbon monoksida, metana, aseton, dan lain-lain. Beberapa zat tersebut ada yang digunakan dalam insektisida, bahan bakar roket, pembersih toilet, pembersih lantai, racun tikus, bahkan dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Indonesia, Munir.

Namun, kenyataannya banyak yang terlanjur kecanduan. Sehari saja tidak akan cukup cuma satu batang. Apalagi kalau yang mengajak teman, susah mengatakan tidak. Alasannya solidaritas, iseng, apalah. Jadi, bisa dikatakan kehidupan di kota besar, merokok sudah menjadi bagian dari gaya hidup modern.

Kalau saja mereka sulit untuk berhenti, setidaknya jangan merugikan orang sekitar. Menurut Setyo Budiantoro dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), sebanyak 25 persen zat berbahaya yang terkandung dalam rokok masuk ke tubuh perokok, sedangkan 75 persennya beredar di udara bebas yang berisiko masuk ke tubuh orang di sekelilingnya. Sedangkan menurut Global Youth Survey tahun 1999-2006, sebanyak 81 persen anak usia 13-15 tahun di Indonesia terpapar asap rokok di tempat umum atau menjadi perokok pasif. Padahal rata-rata persentase dunia hanya 56 persen. Maka, jelas bukan hanya perokok aktif yang terkena dampaknya tapi perokok pasif juga.

Sehabis pulang sekolah, para remaja hanya tahu menghabiskan waktu duduk berbincang sambil terus menghisap secara bergantian tanpa memerhatikan dimana seharusnya mereka merokok. Padahal, sudah diatur oleh pemerintah mengenai larangan merokok di tempat umum dan telah disediakannya beberapa tempat khusus bagi perokok aktif. Para remaja pun tak menyadari -atau mungkin tidak peduli mengenai- pengeluarannya dari mana untuk rokok tersebut. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004, 71 persen rumah tangga memiliki pengeluaran untuk merokok.

Sebelumnya, saya sempat membaca rokok alternatif yang dikembangkan sejak 2003 oleh sebuah perusahaan yang berbasis di Beijing, RRC. Rokok ini diklaim sehat, ramah lingkungan, tidak menimbulkan bau dan asap, bahkan dapat diisi ulang. Rokok ini dianggap sebagai penolong bagi mereka yang kecanduan untuk berhenti merokok. Namun, ternyata rokok ini pun dilarang di berbagai negara. Menurut Kepala Badan POM, Kustantinah, rokok ini mengandung propilen glikol, dieter glikol dan gliserin sebagai pelarut nikotin yang dapat menyebabkan penyakit kanker.

Sebenarnya, dari pihak sekolah pun sudah ada yang memberikan sanksi cukup keras. Saya pernah mendengar sebuah kasus di SMA dekat rumah teman saya. Beberapa siswanya tertangkap basah saat merokok di dalam lingkungan sekolah tersebut. Kepala Sekolah SMA tersebut pun berani mengambil tindakan dengan memberikan rokok 1 pak kepada mereka. Karena sudah tertangkap basah, mereka segan menyentuh rokok pemberian itu. Akhirnya, secara paksa dimasukkan 1 pak rokok ke dalam mulut mereka masing-masing dan disulut api. Tidak sampai disitu, Kepala Sekolah tersebut menyuruh mereka menghisapnya hingga habis. Kelihatannya sangat keras hukuman yang diberikan. Namun hukuman ini dilakukan bukan tanpa dasar, para siswa sudah pernah diperingatkan jika melanggarnya.

Mungkin banyak cara untuk mencegah remaja untuk tidak merokok, paling tidak orang tua juga tidak boleh lengah. Kebiasaan merokok tidak hanya dipengaruhi oleh teman-teman sekolahnya, namun lebih banyak dipengaruhi karena pergaulannya di lingkungan dimana mereka tinggal atau bergaul. Paling tidak pendidikan di mulai dari lingkungan keluarga.

Selain upaya dari orang tua dan guru di sekolah, rasanya masyarakat umum perlu juga menertibkan hal ini. Apabila menemukan mereka yang masih dibawah umur, perlu menegurnya. Paling tidak warung, toko maupun supermarket mulai ketat menerapkan verifikasi usia bagi mereka yang membeli rokok.

Selanjutnya, yang paling menentukan adalah remaja itu sendiri. Kebanggaan menjadi perokok bukanlah sesuatu yang perlu dibanggakan. Gaya hidup tidak memberikan nilai tambah pada pribadi kita, justru gaya hidup yang salah menghancurkan reputasi diri kita sendiri.

Merokok bukan gaya hidup remaja, so... kenapa harus terpengaruh dengan gaya hidup mereka yang senang dengan merokok. Selain cerdas, bangsa ini memerlukan generasi muda yang sehat jasmani dan rohani, bukan generasi pecandu yang dibelenggu kepuasan semu belaka.


Ilustrasi (sumber: article-compilation.blogspot.com)

Comments