NIK KTP dan Formulir C6 Beda: "Koreksi sendiri enggak apa-apa"

NIK KTP dengan Form C6 Berbeda
Dari pertama kali saya membuat KTP sampai sekarang, saya tidak pernah menggunakan hak suara saya. Mama atau kakak saya bahkan sering bilang,

"He, pergi coblos ko sana. Nanti diambil ki hak suaramu."

Awalnya, saya pikir mereka bercanda. Tapi, semakin lama melihat sharing dari mama saya (yang update di group WhatsApp-nya), saya mulai geleng-geleng kepala. Jelas, tentu tidak bisa saya telah bulat-bulat begitu saja. Namun, satu foto di atas merupakan kasus berbeda.
Semalam saya mendapat kabar dari kakak saya yang berdomisili di Jakarta Pusat. Dia mengirimkan foto di atas. Gambar tersebut memperlihatkan ketidaksesuaian antara NIK di KTP dengan formulir C6. Kakak saya sebenarnya jarang mengajak saya berkomunikasi, sampai tiba-tiba ia mengirimkan pesan.

"... help me please. Tolong bantu sebarkan, captionnya minta solusi..."


Masalah ini sudah selesai dengan cara ditimpa atau ditambal setelah kakak saya datang ke kelurahan. Lantas, apa masalahnya?

Pemahaman ini berdasarkan dari beberapa tulisan yang saya baca dan tata cara pencoblosan dari KPU. Mama saya juga sampai menelepon 'jangan tulis macam-macam soal politik'.

Isu ini terjadi karena pihak KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) kurang teliti dalam penulisan NIK secara manual dari berkas DPT (Daftar Pemilih Tetap). Bila memang terjadi perbedaan antara KTP dengan formulir C6, maka NIK yang akan di periksa adalah yang tercantum di KTP. 

Contoh sebelumnya adalah Elsa Tamar. Ketika ia cek NIK di formulir C6, ternyata NIK tersebut terdaftar dengan nama Jimmy Hardy yang satu TPS dengan Elsa Tamar. Solusinya?

"Koreksi sendiri enggak apa-apa."

Ini cukup janggal bagi saya. Tanggapan dari Komisaris KPU DKI Jakarta Bidang Pemutakhiran Data Pemilih, Moch Sidik membuat saya tidak habis pikir. Jika memang formulir C6 berfungsi sebagai surat pemberitahuan, apakah tidak sebaiknya dicetak untuk meminimalisir kesalahan? Untuk apa membayar KPPS jika 'human error'-nya dapat direvisi oleh masyarakat awam?

Barangkali saya terlalu berlebihan dalam menyikapi masalah ini. Tapi, saya yakin dari jutaan penduduk Indonesia, tidak hanya saya yang berpikir demikian.

Comments

  1. Woaaa udah hari H nih Mak, semoga yang terbaik untuk Jakarta ya! Kalau saya sih dulu nunggu 2th buat eKtp, pas jadi pas nikah, 5 bulan setelahnya pindah alamat otomatis eKtp saya digunting dong sama disduk padahal masa berlaku masih lama dan harusnya seumur hidup kan. Sekarang saya kemana-mana pake selembar kertas ktp sementara karena belum jadi, padahal cuma ganti status dan alamat doang -_-

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, sama mak dari akhir tahun kemarin, e-KTPku juga ndak kelar-kelar sampai sekarang. Cuma karena aku mesti balik ke daerah, aku tanyain apa gk masalah pas check-in di bandara nanti pake surat keterangan begitu? Orangnya agak ragu juga, jadi yauda dikasih pegang.

      Tapi, kok bisa-bisanya ya mereka asal gunting begitu? Hadeh pemerintah, mana ada kasus korupsi e-KTP pula. Gimana nasib e-KTP kita ya, mak :'(

      Delete
  2. Dikoreksi sendiri.........

    "Panasnya" pilgub Jakarta jadi bikin media lebih banyak menyorot seputar Jakarta dan kurangnya "greget" saat pilkada di Jogja kemaren. HAHAHA. Semoga siapa saja yang terpilih bisa amanah dan bikin Jakarta jadi lebih baik lagi \o/

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin, amin. Ya, mohon dimaklumi ya, mbak. Abis salah satu kandidatnya uda mencuri perhatian dari akhir tahun kemarin sih hahaha

      Delete

Post a Comment