Bertemu Bulan

Bulan, hari ini aku masih senang. Dapat melihatmu di antara riuh dan sesak. Meskipun kau tak tersenyum ataupun menyapaku, aku tetap bahagia. Sungguh, keajaiban setelah gulita bertubi-tubi.

Tuhan, dimana Engkau sekarang? Terima kasih ya Tuhan. Oh jantungku sudah tidak mampu berdetak lebih keras lagi. Rinduku telah tersampaikan melalui dua bola mata kami yang terpaut tak begitu lama. Ah angin, begini saja keadaanmu untuk seterusnya. Tetaplah menjadi penyambung nyawaku padanya.

Ya, iya iya. Aku tahu kami tak berbincang, bahkan untuk sekadar mengerlipkan mata pun tidak. Tapi yang kutahu, Tuhan mendengarkan pintaku. Sebuah pertemuan. Sebuah kesempatan yang tercipta.

Malam tak pernah surut, kamu tahu bukan? Bahkan untuk melupakan rembulan di setiap keheningan yang menggaung. Aku selalu menyaksikan malam itu, malam yang bercahaya. Terang dari lingkaran putih penuh. Semua orang pun melihatnya. Tapi tidak ada yang pernah tahu betapa sukacitanya hati ini di siang itu. Dan ternyata tak hanya malam yang sanggup bercahaya. Siang, beberapa hari yang lalu, bercahaya setelah aku melihat parasmu. Bagiku, Dewa Wisnu saja tak mampu menyamaimu bahkan hanya untuk sehelai rambut.

Sayang, tak selamanya aku bisa terbang seperti ini, melampaui awan-awan yang menghiasi langit. Tak selamanya aku bisa sebahagia ini untuk mengucap rindu yang tersirat dalam kebisuan. Selama ini aku hanya bisa berharap, berharap, dan terus berharap tanpa henti. Untuk bertemu denganmu saja, sudah merupakan hal terindah yang telah lama tersimpan. Tersimpan hanya dalam rak penantianku.

Ilustrasi (sumber: flixya.com)