Kepergian Ragil dalam Diam
Ragil, kau dimana? Mengapa kau mendadak hilang, pergi tanpa berkabar sebelumnya? Bagaimana bisa kau putuskan pergi secara diam-diam hanya dengan menitipkan wajah sekaleng susu beruang dan pesan 'sebelum anu' di WhatsApp story-mu semalam tadi? Entah seberapa banyak gelisah yang menguap ini mampu kubariskan untukmu. Sebab kurasa telah terlanjur retak tanya demi tanya yang seterusnya kurumuskan menjadi tuntutan agar perlu dijawab, perlu dibenarkan, dan perlu dibulatkan. Aduh, sungguh terlalu. Nuranimu dimana, Ragil?
Apa bedanya bilamana kukirimkan pesan semalam dengan hari ini? Tentu saja berbeda. Jikalau saja kau katakan sebelumnya, aku takkan sepatah ini. Terlebih tatkala kudengar suaramu melalui telepon menyebut Sriwijaya. Siapa itu Sriwijaya? Mengapa kau harus mencarinya? Untuk apa pula kau kirimkan potret setengah bagian dari wajah coklatmu dengan mata menyipit berlatar kerumunan orang di tangga cendol Sriwijaya itu? Ah, raden ajeng yang mimpikan Pangeran Solo, apa kau tahu apa yang tengah kurasakan?
Maafkan sebelumnya aku yang egosentris. Aku mengerti perjalananmu masih panjang, namun rindu tiada tuan ini telah benar-benar mereguk kesabaranku. Aku ingin kau segera kembali. Mendengar leluconmu, saling melempar cerita yang berakhiran fakyu, atau sekadar mewarnai kata dengan luka. Kini, apalah kita sesungguhnya? Barangkali segala sesuatu yang paling sanggup menumbuhkan jarak dan melahirkan noktah-noktah nelangsa bagiku saja. Ya, bagiku saja yang meramu rindu guna meremajakan hati hingga kepulanganmu di suatu hari nan kunanti.
Kau jelas tahu betapa pedihnya menjadi manusia tanpa rumah, sementara padamu saja aku sedemikian teduh melewati bulan-bulan kemarau ini. Maka, tak ada lagi tanya yang teramat remuk dapat kugelar terhadapmu selain 'kapan kau pulang?'. Biar dua kembar siam 93 dan ayank bebh Mas Oka itu berkata apa, aku hanya ingin kamu. Oh ya, salah satu dari kembar siam itu tengah jatuh sakit, yakni Ce Dila. Semoga ia lekas dipulihkan.
***
Tarakan, kau bilang? Syukurlah apabila kau telah tiba dengan selamat. Sampaikan salamku pada ubur-ubur tak menyengat di Kakaban. Jangan angkat kepala mereka sebab bisa dengan mudahnya mereka kehilangan kesadaran. Ada baiknya cemplungkan langsung hapemu jika kau bernita mengabadikan paras cantik mereka. Tuliskan namaku dan teman-teman lain di atas pasir putih Maratua yang menakjubkan itu ya.
Jaga diri baik-baik. Dan untuk yang terakhir kalinya, jangan berikan izin atas dirimu untuk tersesat. Beristirahatlah. Kemudian, mulai esok tangkup seluruh gambaran yang kau lalui disana. Semoga kau nikmati liburan ini tanpa merindu sedikitpun.
Passez une magnifique journée, Ragil!
Comments
Post a Comment