Dendam yang Dendam

Aku bukanlah batu. Aku bukanlah kertas. Aku bukanlah sampah. Aku tidaklah tuli. Aku tidakah buta. Aku tidaklah bisu. Aku punya perasaan. Aku hanyalah manusia. Aku seorang bocah biasa. Ingatkah kau "Jika domba hilang, perbaiki kandangnya"? Jangan salahkan aku bila dendam ini muncul di relungku. Aku sakit, aku hidup dalam pesakitan, aku hancur!

Aku, aku, aku. Yang hidup dalam tangisan yang menusuk, yang hidup dalam sakit yang luar biasa perihnya. Tahukah kau betapa takutnya aku saat ragumu menghantamku hingga bibir ini tidak bisa berhenti bergetar? Tahukah kau betapa takutnya aku saat keegoisanmu menepiskan semua mimpiku? Tahukah kau betapa takutnya aku saat tidak pernah merasakan kasih sayang yang tulus kepadaku? Pernahkah kau menyadarinya?

Mengapa aku harus dilahirkan ke dunia yang bangsat ini? Pikirmu bahwa aku tak pernah peduli tentang peluhmu, aku tak pernah menanyakan perasaanmu, aku tak pernah menangis untukmu. Semua itu berarti aku tak menghargai dan sayang padamu? Aku sayang!! Tapi dendam itu berkembang hingga aku harus menjadi dingin terhadapmu. Aku tak ingin menunjukkan kerapuhan yang menyelimuti jiwa ini. Aku tak ingin terlihat lemah di hadapanmu.

Bunuh aku! Ketidaksanggupanku untuk menahan semua ini memberiku luka yang bertambah besar. Memberiku ketidakberdayaan yang harus memperlakukan segalanya tanpa belas kasih. Tapi maaf jika aku tak berguna dan terlalu kejam. Aku terlalu labil untuk mengucapkan terima kasih. Sebelum semuanya terlambat. Aku mencintaimu papa.

Lourdes//5.17.11//Jakarta

Comments