Dustamu Demi Kebahagiaannya


Panjangkah umurku?
Untuk menyebut cinta dibawah namamu

Gombal memang
Aku seperti tak mengenal lagi malu
Laksana jalang
Tapi tak mau mencumbumu

Akulah saksi bisu
Kepiluan hati
Mengerang namamu
Dari garis yang kau pimpin
Demi sebuah kebahagiaannya

Rengkuhlah dia
Cintailah dia
Lebih darimu padaku
Selagi bisa

Perkosalah hati ini
Biar matamu melihat
Bahwa sebuah bola mata saja
Kan kupersembahkan padamu
Yang tak buta

Buta bukanlah harga mati
Tentang ajal yang akan menjemput
Tapi tentang belajar melihat
Dengan mata yang sebenarnya

Mata hati
Dengan ini
Hendak kurajut emosi
Melandaskan caci maki yang kubisukan

Terbelenggu dibawah jurang
Menjelma ketakutan
Dimana samudra kehidupanku
Tak tersentuh oleh siapapun
Hanya dirimu yang mendapati gaung ini

Haruskah aku mengerti?
Tentu
Sebab rumput saja tahu
Bahwa hidupnya hanya harus mengerti
Terinjak dan diludahi

Memangnya
Seberapa panjang umurnya
Umurmu
Dan umurku?

Masih panjangkah umurku?
Bagaimana bila malapetaka
Menjadi bulir yang tidak didoakan
Namun merenggut nyawaku?

Haha tidak
Bukan aku yang mau mati
Atau aku yang maunya dia mati

Semua ini hanya perkara jam pasir
Pasir siapa yang cepat habis
Dialah yang pergi dahulu

Tapi bukan saja aku yang mengasihi
Pun dia, sayang
Dia mencintaimu
Jauh lebih lama dan lebih dalam

Jangan biarkan ia penuh dalam pengharapan
Menjauh dari kenyataan
Hingga merana sudah tak ditangan

Bukankah bahagia milik semua orang
Tanpa harus mengurangi atau menambahkan
Tanpa harus merebut atau mendoakan
Tanpa harus menangis atau tertawa

Bukankah bahagia
Seharusnya menjadi sedemikian sederhana
Sesederhana kita mengartikan
Ada hitam, pun ada putih

Maaf sayang
Aku hanya sedang gila
Purnama sudah terlalu lama mengangkasa
Awan pun tak mengudarakan kabarmu

Mungkin
Sekiranya bahagia akan datang
Setelah aku sendiri
Berusaha menikmati
Kebahagiaannya dari jauh
Darimu
Ilustrasi (sumber: moblog.net)

Comments