Lembaran Tiada Nama (2)

(Dok. Pribadi)
pagi itu kami melewati rute berbeda. aku yakin kami menuju kantor namun kutemui jalan-jalan yang belum pernah kujumpai dalam perjalanan kantor sebelumnya. kutanyakan ia mengapa dan jawabannya tak lebih dari bosan. sesekali kami bercakap dan ia menunjuk sebuah area bernama karebosi. aku ingin mengusiknya lebih banyak lagi, tapi ia terdengar kurang bergairah 'tuk bergumul dalam percakapan. kemudian pagi perlahan menjelma malam. kutemui sesuatu yang lain kembali.

ia merupakan pribadi yang senang bergerak cepat dalam mengambil keputusan dan enggan menunggu lama. ia gemar mencari akal untuk memperoleh alternatif lain. rasa ingin tahunya tinggi dan pantang menyerah. sebab ialah orang pertama yang memboncengku tanpa keinginan untuk berbaris lama menumpuk dalam kemacetan.

kami berbincang begitu lama. jelas jauh lebih lama ketimbang pagi sebelumnya. dari situ, kupikir kami hanya akan menjadi sebatas teman. niatnya hanyalah membantuku sebagai seorang kawan. tak lebih, tapi dua kali antar jemput belum mampu mengartikan makna apapun, masih mengawan dalam mencari kepastian.

aku takut kecewa sebab membangun harapan mulai tinggi. kendati demikian, aku juga menjadi sebegitu cemas dan takut kehilangan sebuah kesempatan yang mengingatkanku betapa indahnya harapan dalam hidup ini. sebab hanya melalui itu kau bertaruh dengan dirimu, berjuang atas pendirian yang berputar dalam sebuah arena atau tinggal duduk diam berharap dijemput asa yang nyatanya tak lebih dari sekadar penggal.

toh bilamana aku terluka di kemudian hari, akan terngiang terus dalam dada betapa terluka sama manisnya dengan mencintai. sebab kiranya, satu-satunya cara untuk bernapas dalam kesesakan duka adalah dengan melewati proses mencintai tersebut.

ah, semesta. adakah kami sekiranya dalam bayangmu?

Comments