Lembaran Tiada Nama (5)

Dok. Pribadi

setiap kali kami berangkat, satu hal yang kunantikan. adalah bayangan tangannya yang dibentuk oleh matahari, serupa dengan sesuatu yang mengapung di permukaan hati. bayangan hitam yang selalu mengekor kemanapun kami pergi. terkadang ia menghilang entah kemana, bersembunyi selepas terang berpencar dalam ketidakterbatasan ruang.

aku ingin mengikutinya. bayangan dan dirinya. tapi, sampai kapan?

***

au milieu de nulle part

dua hari tanpa 70 km/jam dalam weekdays membuat waktu tampak berjalan begitu lamban. terlebih ketika selembar ingatan jatuh di pelupuk yang rindu. udara dingin dan malam yang gulita. pecah oleh gemuruh dalam dada tatkala aku bersandar pada bahunya. hanya beberapa detik sebelum sadar ketiadaan akan kami, melainkan dua penggal diri yang saling diam.

omong-omong, apakah kau telah menghabiskan sebotol kopi kecil dan biskuit hitam yang kemarin sore kumasukkan ke dalam tasmu? semoga minyak kayu putih dapat mengusir sekiranya sakit kepala yang datang tiba-tiba di tengah perjalananmu.

***

je ne l'ai pas vu venir

pour l'amour de dieu, ia kembali. namun, bersama seorang perempuan. berambut hitam, lurus, dan panjang. tentu dengan segudang pengalaman dan semangat tanpa habis. manis dan pintar bicara. bahkan rajin berolahraga dan menjaga pola makannya.

kuhirup aroma white rose yang ia beli dua hari lalu tatkala ia melintas, mengambil secarik kertas bekas dengan pertanyaan remeh kepadaku. sebelum kembali ke sebuah ruangan bisu yang tak mampu kutangkap bisikannya. bersama perempuan tersebut.

sesungguhnya, apalah aku ini?

Comments