Menyerah
Aku sudah kalah dari pertandingan yang belum pernah ku ikuti, yang tidak ku ketahui garis finishnya, dan yang tidak ingin ku tonton. Cinta monyet, begitulah kurang lebih tema pertandingan yang sedang ku bicarakan ini. Aku menyukai seseorang seperti monyet. Dan monyet menyayangi anaknya seperti yang aku lakukan kepada orang yang ku sukai. Tapi itu adalah monyet kepada anaknya, bukan seperti yang aku lakukan.
Aku sudah menyukai seseorang dan aku lelah untuk bersedih karena perasaan ini membeku. Aku sudah tidak mau menahan sakit, perih dari segala luka di hati. Tapi aku tidak pernah berani untuk membuatnya menengok ke arahku. Aku selalu menolak setiap kali teman-temanku menyarankan aku untuk mengajaknya berkomunikasi melalui sms dengan dalih malu, takut, dan sebagainya. Aku memang selalu gagal dan tidak berhasil. Aku tidak bisa mendapatkannya dengan mudah, aku tidak bisa meraihnya tanpa kesulitan, dan aku gagal total. Kebisuan ku lah yang menghempaskan aku dan membodohiku selama ini, tapi inilah aku yang aku. Adalah kata-kata yang memberikanku keberanian hingga membuatku bisu dalam keramaian. Aku yang telah menyerah dan membiarkan harapan kosong pergi setelah memberikan air mata sebagai hadiah di hati ini hingga membekas.
Aku tidak setegar temanku, Natalia. Dia memang perempuan yang kuat dan selalu tersenyum menghadapi semua ini meskipun ia takut menghadapi matematika, fisika, kimia, dan lainnya. Tapi dia berani untuk mengungkapkan kenyataan dan menerima kenyataan dari orang yang ia sukai. Berbeda jauh dengan aku. Seorang perempuan yang selalu menangisi diriku.
Aku sudah pasrah. Aku sudah tidak kuat. Aku menyerah! Aku tahu, aku sadar akan diriku sendiri. Aku akan membiarkannya, melepaskannya jika aku memang tidak pantas untuknya, jika dia memang terlalu berharga untukku.
Sumber : Facebook, September 28 2010
Comments
Post a Comment