Manisnya Kesalahpahaman
Hard to understand (Dok. Pribadi) |
...
Namun, apakah yang bisa terlalu jelas di mata manusia yang pandangannya selalu terbentur cakrawala?"
― Seno Gumira Ajidarma
― Seno Gumira Ajidarma
Apa artinya berkata bila kita tak menemui kata yang tepat? Memang tiada kata yang tepat selain berkata dan terus berkata, mencari sesuatu yang tepat dari keseluruhan kata. Tapi, sungguh tak lelahkah lidah untuk berkata? Lidah yang hanya satu.
Untuk apa kau buang kata selain hanya untuk melampiaskan lara pada dadamu?
Luka dari kesalahpahaman. Setelah coba membenarkan diri.
Aku tak peduli bila ia tertawa. Aku tak peduli sekalipun semua orang tertawa. Sebab hidup ini terlalu singkat untuk menghiraukan tawa mereka. Biarlah mereka tertawa selagi ada waktu. Waktu yang bisa mereka habiskan hanya untuk tertawa atau menertawakan orang. Hidup ini begitu pekat dengan persaingan yang bisa kusia-siakan untuk mengurusi dan memperbaiki cara tawa mereka. Akan ada begitu banyak kehilangan yang siap menanti di balik kepedulian berbau remeh tanpa pondasi itu. Kepedulian akan cipta yang sejatinya tak membangun.
dan ternyata kami salah
walaupun hanya untuk memahami satu sama lain
bahkan selepas puluhan tahun kami hidup bersama
ah awan, adakah yang lebih jelita ketimbang pelangi?
bisikkan padaku
adakah yang lebih tragis ketimbang lekang di tengah hujan yang kau rindukan?
Aku tak peduli bila ia tertawa. Aku tak peduli sekalipun semua orang tertawa. Sebab hidup ini terlalu singkat untuk menghiraukan tawa mereka. Biarlah mereka tertawa selagi ada waktu. Waktu yang bisa mereka habiskan hanya untuk tertawa atau menertawakan orang. Hidup ini begitu pekat dengan persaingan yang bisa kusia-siakan untuk mengurusi dan memperbaiki cara tawa mereka. Akan ada begitu banyak kehilangan yang siap menanti di balik kepedulian berbau remeh tanpa pondasi itu. Kepedulian akan cipta yang sejatinya tak membangun.
Sayang, there's a lot of things you should worry about.
And, it's you. Yeah, yourself.
Terima kasih untuk memikirkan apa kata mereka tentangku. Kendati demikian, sesungguhnya tak ada yang lebih manis ketimbang menulis dan merefleksikan diri melalui gema masa lalu sambil menyusun puing-puing hati yang tiada habisnya diterpa oleh kerakusan gagak-gagak berjalan.
Perlu kau ketahui bahwa aku absurd, Sayang. Jauh dari setiap buah pradugamu. Sebab aku bagaikan batu yang dihinggapi lumut. Keras dan egois. Aku menyimpan iman pada segala hal sampai segala hal kembalikan seluruh iman itu padaku dalam keadaan tak lagi sama. Entah bagaimana, pun aku terlalu mudah dipatahkan di detik yang bersamaan. Hingga tak ada lagi yang tersisa bagiku untuk diberikan kepada pematah handal. Tak ada, Sayang.
Sekalipun padamu, Sayang.
Karena aku belajar bahwa yang tersayang kadang adalah yang senantiasa menguji iman. Termasuk tuhan. Jangan tanya tuhan siapa. Sebab telah menjadi rahasia umum bahwa di zaman ini, tuhan bisa tinggal di lingkungan rumahmu dan giat ceramah untuk memanipulasi jalan pikiranmu. Dia ada dimana-mana dan bisa kau temui bisa kau sapa bahkan bisa tertawa lepas sehabis kau salam tempel.
Amat disayangkan, dewasa ini, diam selalu menyimpan makna berbeda dan kenyataannya, perbedaan itu tak luput berdiri di antara kita. Ketika aku diam dengan keyakinan bahwa berkata adalah satu-satunya cara mengundang pertikaian, kau mengartikan bahwa diamku dalangnya. Sungguh, pertikaian memang selalu miliki cara tersendiri untuk mengendus api dalam dada. Hingga akhirnya, masing-masing api meminta kejelasan atas kesalahpahaman yang tak pernah saling ditanyakan sebelumnya dan mengadili satu sama lain untuk memadamkan diri. Namun, api semakin ribut dan hanya tahu meninggalkan luka yang tumbuh dalam diam dan diam yang lagi-lagi senantiasa sembunyikan pemahaman ambigu.
Kadang kala, aku memimpikan kita menangis sampai sesegukan sambil duduk di bibir telaga penyesalan. Berusaha mengobati rongga-rongga yang menganga. Meramu senyum untuk dipersembahkan bagi setiap lara dan coba mengakhiri cerita yang melulu soal menyakiti. Bahkan terlintas padaku, 'tuk membunuh garis-garis kehidupan di depan sana. Tapi, sekali lagi, apa yang bisa kuperbuat pada hati yang terlalu merah terhadapmu?
Kita selalu salah mengartikan kesungguhan yang ada. Sepuluh untukmu adalah nol bagiku dan begitu juga sebaliknya. Mungkin kita tak bisa bersatu tapi kita juga tak bisa dipisahkan. Sebab kesalahan selalu membawa kita pada pertemuan dan menciptakan kenangan, sekalipun lebih pahit dari ugh sayur pare. Dan berbekal kenangan itulah seringkali rindu terbakar di tengah-tengah sunyi yang kita jaga setelah kita salah artikan.
Ah, betapa manisnya jatuh dalam dimensimu.
Bagus mbak, sukaak ��
ReplyDeleteHihi makasih mbak Dina. Salam kenal ya :)
Delete